Safety Oriented

Selasa, 10 Juni 2014
Tidak akan mudah lupa kita akan kejadian meninggalnya seorang mahasiswa saat sedang mengikuti pendidikan pencinta alam. Tidak akan mudah lupa karena ingatan ini selalu disegarkan dengan kejadian yang sama. Dalam semester dua tahun 2013 saja sudah terjadi tiga kejadian yang sama, meninggal dalam pendidikan dasar. Tiga orang penerus negeri gugur demi syal yang tak akan laku dijual dipasar loak sekalipun.
Lalu apa hubungannya dengan TOELEU? Besar atau kecil TOELEU mendapat sorotan karena menerapkan konsep pendidikan dan senioritas yang hampir sama. Hampir nya tapi agak jauh kalau ini, hehe. Pendidikan ala “koboy” tentunya tak dapat selalu diterapkan dan dilakukan dalam menjalankan penerimaan dan pendidikan anggota baru pada zaman seperti ini. Bila itu dilakukan siap-siap saja para pelaksana kegiatan dijemput ke Cileunyi (POLSEK). hihiihhiih
Beberapa tahun terakhir TOELEU melakukan pengembangan pelaksanaan pendidikan dengan bantuan beberapa rekan anggota yang menekuni dunia pendidikan formal dan in formal. Hasilnya adalah sebuah sistim “rudet dan riweuh”. Bukan calon anggota akan tetapi para pelaksana kegiatan. “naha jadi rudet kieu?” sergah seorang rekan yang lama tak datang ke TOELEU, tak butuh waktu lama langsung dibalas oleh seorang anggota lain “ da septi mah rudet”.
Coba kita lirik sedikit apa “kerudetan” yang dihasilkan. Keputusan untuk selalu bertindak aman dan terencana membuat panitia “keleyengan”, bagaimana tidak, jadwal acara saja kini minimal harus ada tiga, ini bukan untuk waktu yang berbeda namun untuk waktu dan hari yang sama. Tidak hanya itu pertimbangan untuk menggunakan daerah luar sekolah harus memiliki ijin hingga tingkat desa, “ atuh rudet urusan jeung pamarentah mah?”, “pan septi mah rudet tea”.
Belum selesai rudetnya sodara, dalam melaksanakan kegiatan lapangan harus ada data pasti mengenai keadaan cuaca dari lembaga terkait yang mengeluarkan prakiraan cuaca, tentunya tidak hanya satu lembaga. Memang hujan mah “da kumaha Gusti Allah” tapi tetap manusia tidak sembarangan mengeluarkan prakiraan cuaca. Itu baru mengenai cuaca, makanan siswa pun tak luput dari perhatian. Tentang berapa kalori yang harus dimiliki oleh manusia dalam keadaan aktifitas berat akan berpengaruh pada makanan apa yang harus dimakan siswa. Tidak hanya itu waktu makan dan minum pun harus ditetapkan dalam perencanaan, setelah kegiatan apa? dan sebelum kegiatan apa? siswa harus minum.
Satu hal lagi yang mungkin aga “geje” adalah keputusan terbaru mengenai pelaksanaan dapur umum. bila kegiatan menginap dan panitia harus memasak, semua bumbu masak dan bahan makanan yang memiliki waktu kadaluarsa harus didata, mulai dari merek dagang, jenis dan waktu kadaluarsa. “jang naon nu kitu wae didata?” langsung disambar dengan pertanyaan itu. Tak luput dari ingatan kita tentang keracunan pegawai pabrik atau tamu undangan hajatan karena makanan. TOELEU tak mau itu terjadi pada kegiatannya, maka semua bumbu dan bahan makanan harus dijamin aman dan layak konsumsi.
Luar biasa nya “ripuhna” melaksanakan kegiatan dimasa kini, hahaha.
Namun demi TOELEU semua akan dan harus berpikir keras. Ingatan bahwa TOELEU adalah organisasi primitif yang menyesuaikan dengan keadaan, karena ingin bertahan dan terus berkembang.

SAFETY... SAFETY.. SAFETY..!
TOELEU !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar