Belajar Pendidikan Karakter dari Sepak Bola

Minggu, 15 Juni 2014
Pendidikan karakter itu bukanlah sesuatu yang muluk-muluk atau sulit. pendidikan karakter sebenarnya sudah ada di mana-mana. Sudah ada di keluarga, di lingkungan sosial, sekolah, tempat hiburan dan lainnya. tapi kali ini kita akan belajar sesuatu inti yang penting tentang pendidikan karakter dari sepak bola.

Permainan sepak bola merupakan kondisi atau contoh yang sangat mudah untuk disamakan dengan kondisi di dalam sekolah dan rumah. Pada dasarnya pendidian karakter adalah memberian aturan main dalam kehidupan dan lingkungan sosial disertai dengan konsekuensi yang berlaku di dalamnya. Pada saat lahir anak tidak memiliki "konsep sosial" di kepalanya. Oleh karena itu, anak perlu tahu bagaimana aturan-aturan yang ada di dalam dunia ini. Lalu hubungannya dengan sepak bola? Mudah, dalam sepak bola sudah berlaku aturan yang sangat baku dan jelas. ada aturan main dan konsekuensi. Jika melanggar ada kartu kuning (peringatan), kartu merah (keluar dari permainan), free kick, penalty, corner kick, bahkan denda uang bagi pemain dan tim.

Dalam permainan sepak bola pemain inti dalam sebuah pertandingan adalah wasit. Bayangkan jika dalam sebuah permainan sepak bola tidak ada wasitnya, maka kemungkinan besar bukan pertandingan sepak bola yang kita lihat, akan tetapi sebuah tarung bebas di lapangan sepak bola. Begitu juga di dunia pendidikan, perlu adanya sebuah figur yang berperan seperti wasit dalam pertandingan sepak bola, yaitu menjadi penjaga aturan di sekolah. Namun yang sering terjadi adalah wasit di sekolah tidak berfungsi dengan baik. Sama halanya jika di rumah, orang tua tidak berperan sebagai wasit yang baik. Sehingga pendidikan karakter kurang berjalan dengan maksimal.

Perlu kita ketahui bersama, pendidikan karakter bukan semata-mata memberikan pengetahuan, tetapi menetapkan aturan dan konsekuensi di lingkungan sekolah dan di rumah. Contohnya saja, dalam peraturan sekolah : anak tidak membawa buku pelajaran maka konsekuensinya mendapatkan tugas tambahan. Ini harus jelas dan konsisten, serta dikomunikasikan kepada semua pihak termasuk orang tua. Contoh lainnya : jika kita melanggar aturan lalu lintas  maka jelas kita akan kena tilang. Peraturan ini konsisten dan semua masyarakat Indonesia yang menggunakan kendaraan bermotor sudah tau. Inilah dasar dari pendidikan karakter. Ada aturan yang jelas dan konsisten.

Nah, yang penting bagi kita semua bahwa pendidikan karakter bukanlah sesuatu yang rumit. Ini sangat mudah dan ada banyak sekali contohnya di sekitar kita, tinggal kita mau apa tidak berupaya untuk menerapkannya.

Dikutip dengan perubahan dari : http://www.pendidikankarakter.com
Read more ...

Safety Oriented

Selasa, 10 Juni 2014
Tidak akan mudah lupa kita akan kejadian meninggalnya seorang mahasiswa saat sedang mengikuti pendidikan pencinta alam. Tidak akan mudah lupa karena ingatan ini selalu disegarkan dengan kejadian yang sama. Dalam semester dua tahun 2013 saja sudah terjadi tiga kejadian yang sama, meninggal dalam pendidikan dasar. Tiga orang penerus negeri gugur demi syal yang tak akan laku dijual dipasar loak sekalipun.
Lalu apa hubungannya dengan TOELEU? Besar atau kecil TOELEU mendapat sorotan karena menerapkan konsep pendidikan dan senioritas yang hampir sama. Hampir nya tapi agak jauh kalau ini, hehe. Pendidikan ala “koboy” tentunya tak dapat selalu diterapkan dan dilakukan dalam menjalankan penerimaan dan pendidikan anggota baru pada zaman seperti ini. Bila itu dilakukan siap-siap saja para pelaksana kegiatan dijemput ke Cileunyi (POLSEK). hihiihhiih
Beberapa tahun terakhir TOELEU melakukan pengembangan pelaksanaan pendidikan dengan bantuan beberapa rekan anggota yang menekuni dunia pendidikan formal dan in formal. Hasilnya adalah sebuah sistim “rudet dan riweuh”. Bukan calon anggota akan tetapi para pelaksana kegiatan. “naha jadi rudet kieu?” sergah seorang rekan yang lama tak datang ke TOELEU, tak butuh waktu lama langsung dibalas oleh seorang anggota lain “ da septi mah rudet”.
Coba kita lirik sedikit apa “kerudetan” yang dihasilkan. Keputusan untuk selalu bertindak aman dan terencana membuat panitia “keleyengan”, bagaimana tidak, jadwal acara saja kini minimal harus ada tiga, ini bukan untuk waktu yang berbeda namun untuk waktu dan hari yang sama. Tidak hanya itu pertimbangan untuk menggunakan daerah luar sekolah harus memiliki ijin hingga tingkat desa, “ atuh rudet urusan jeung pamarentah mah?”, “pan septi mah rudet tea”.
Belum selesai rudetnya sodara, dalam melaksanakan kegiatan lapangan harus ada data pasti mengenai keadaan cuaca dari lembaga terkait yang mengeluarkan prakiraan cuaca, tentunya tidak hanya satu lembaga. Memang hujan mah “da kumaha Gusti Allah” tapi tetap manusia tidak sembarangan mengeluarkan prakiraan cuaca. Itu baru mengenai cuaca, makanan siswa pun tak luput dari perhatian. Tentang berapa kalori yang harus dimiliki oleh manusia dalam keadaan aktifitas berat akan berpengaruh pada makanan apa yang harus dimakan siswa. Tidak hanya itu waktu makan dan minum pun harus ditetapkan dalam perencanaan, setelah kegiatan apa? dan sebelum kegiatan apa? siswa harus minum.
Satu hal lagi yang mungkin aga “geje” adalah keputusan terbaru mengenai pelaksanaan dapur umum. bila kegiatan menginap dan panitia harus memasak, semua bumbu masak dan bahan makanan yang memiliki waktu kadaluarsa harus didata, mulai dari merek dagang, jenis dan waktu kadaluarsa. “jang naon nu kitu wae didata?” langsung disambar dengan pertanyaan itu. Tak luput dari ingatan kita tentang keracunan pegawai pabrik atau tamu undangan hajatan karena makanan. TOELEU tak mau itu terjadi pada kegiatannya, maka semua bumbu dan bahan makanan harus dijamin aman dan layak konsumsi.
Luar biasa nya “ripuhna” melaksanakan kegiatan dimasa kini, hahaha.
Namun demi TOELEU semua akan dan harus berpikir keras. Ingatan bahwa TOELEU adalah organisasi primitif yang menyesuaikan dengan keadaan, karena ingin bertahan dan terus berkembang.

SAFETY... SAFETY.. SAFETY..!
TOELEU !
Read more ...

Manglayang, Toeleu, dan Kebanggaan

Selasa, 10 Juni 2014
Para alumni Akmil akan bercerita dengan bangga tentang Gunung Tidar tempatnya ditempa. Menurut masyarakat sekitar gunung tidar merupakan paku pulau jawa sehingga jiga dicabut pulau jawa akan runtuh. TOELEU tak ketinggalan dengan cerita Gunung Manglayang.
Gunung manglayang adalah gunung yang tak begitu terkenal dimata para pendaki gunung. Jarang ada ekspedisi khusus mengenai manglayang. Masih dalam rentetan gunung tangkuban parahu – burangrang – bukit tunggul – manglayang disebut paling akhir karena tingginya yang paling pendek. Dalam cerita sangkuriang pun manglayang tak ambil bagian seperti ketiga gunung tadi.
Dengan kesederhaannya yang tak begitu dikenal manglayang berdiri kokoh menghadap pasukan TOELEU yang berlatih setiap sabtu sore. TOELEU selalu menjadikannya sebagai daerah latihan tempat para calon anggota menahan keluh kesah, mencucurkan keringat agar jiwanya bagai gunung manglayang. Tak hanya itu angkatan 14 mengabadikan manglayang dalam nama angkatannya. KGD (Kiyangoe Gelora Dewata), kiyangoe adalah akronim “kaki gunung manglayang”, cenah mah.
Sosok gunung yang berdiri gagah dan tak pernah duduk membuat para pendaki gunung pada umumnya memiliki rasa pantang menyerah atau mungkin “arogan”. Arogansi kadang dibutuhkan sekarang ini, tentu dalam konotasi dan konteks yang benar. Keberanian mengemukakan idealisme (kebenaran) layaknya gunung haruslah dimiliki oleh TOELEU. “mun bener teu kudu sieun, dek dipecat atawa dihukum teu jadi masalah, tapi mun salah maneh kudu wani ngaku”, doktrin tersirat yang selalu disebutkan sambil ngopi dan tertawa.
Maka seyogyanya setiap calon anggota “mencicipi” gunung manglayang. Semoga “arogansi” gunung akan tetap tertanam dalam setiap jiwa TOELEU
Manglayang berdiri kokoh dibandung timur menanti gerusan zaman, begitu pula TOELEU yang harus bertahan menantang zaman.
“Selama manglayang berdiri kokoh TOELEU tak akan pernah padam”.

Di kaki manglayang kita berlatih,
Di kaki manglayang kita mengabdi.

TOELEU LEAD THE WAY !
Read more ...

TOELEU PRIMITIF

Selasa, 10 Juni 2014
Perbincangan terjadi beberapa waktu lalu, TOELEU dikatakan primitif oleh beberapa rekan alumni. Betulkah itu sodara? Tentu mereka meyebut TOELEU primitif karena berbagai alasan. Beberapa orang sepakat menyebut TOELEU primitif karena sistim pendidikan dan perekrutan anggota. Kadang TOELEU disebut memiliki gaya pendidikan yang “jadul” karena dianggap memiliki “kekerasan”. Dikatakan kekerasan bila dipandang dari gaya pendidikan liberal yang sedang musim, atau lebih “tren” disebut “bullying”.
Para perencana pendidikan dasar TOELEU menolak keras konsep bullying, “bae disebut primitif ge nu penting mah hasilna alus” kurang lebih begitu para anggota berkelakar. Kekerasan pada konsep “bullying” sungguh tak masuk akal menurut mereka, karena “bukan TOLEU banget” hhhi. Bukan kekerasan fisik yang dimaksud namun kekerasan mental. Berikut pendapat seorang ahli, “Dalam bahasa pergaulan kita sering mendengar istilah gencet-gencetan atau juga senioritas. Meskipun tidak mewakili suatu tindakan kriminal, bullying dapat menimbulkan efek negatif tinggi yang dengan jelas membuatnya menjadi salah satu bentuk perilaku agresif (Duncan, 1999)”. Bila merujuk pendapat ahli tersebut, bukan konsep senior seperti itu dalam pendidikan TOLELEU. Maka TOELEU tak perlu mengubah konsep pendidikan, celetuk seorang anggota yang hadir pada malam itu.
Idealisme pendidikan yang harus menghasilkan orang-orang bermental tangguh tetap dipertahankan, ingat kata anak alay, “ da hirup mah peurih”, “satuju teu lay?” Anak alay saja tahu hidup itu susah jadi hanya orang-orang tangguh yang akan bertahan, maka TOELEU tetap mempertahankan konsep primitifnya, tentunya bukan karena ideu dari anak alay.
Sedikit kita bahas konsep primitive TOELEU, primitif bukan berarti “full body contact”, primitif karena tetap mempertahankan “kegiatan fisik” guna malatih kekuatan tubuh dan konsep senior memang tetap ada. Konsep senior TOELEU adalah “orang yang lebih dahulu menjadi anggota dan memiliki pengalaman dalam menjalankan kegiatan organisasi, maka bukan senior bila tidak memiliki pengalaman dan ilmu baru untuk dibagi”, itulah konsep yang dijejalkan pada calon anggota dan anggota baru.
Primitif namun tetap disesuaikan dengan zaman itulah sebetulnya konsep pendidikan TOELEU karena semua tetap pada aturan “ safety oriented”. Tidak asal push-up, tidak asal lari, tidak asal guling dan tidak asal bentak, semua harus terencana secara tertulis dan dirapatkan berulang-ulang.

Keprimitifan ini dipertahankan karena sebuah keyakinan dengan konsep ini lah banyak orang-orang tangguh lahir dari TOELEU, walaupun “endog mah oal alus kabeh pasti aya nu kacingcalangnya” haha. Semoga dengan keprimitifan yang disesuaikan dengan zaman, TOELEU tetap menghasilkan orang-orang hebat yang berbakti pada Nusa dan Bangsa,

TOELEU LEAD THE WAY !
Read more ...
Selasa, 10 Juni 2014
Untuk mengisi kekosongan saya akan membahas secara singkat beberapa tokoh setiap memiliki kesempatan. Tokoh yang dibahas merupakan anggota atau orang-orang yang telah berperan untuk organisasi 

Pada malam ini tokoh yang akan dibahas adalah Mang Apud.
Mohon maaf karena tidak dapat menampilkan foto beliau, bagi rekan yang memiliki silahkan jangan ragu untuk mengunggahnya.
Bagi rekan-rekan angkatan pertengahan 90-an hingga sekarang pasti mengenal sosok Mang Apud. Mang Apud lebih tepat disebut sahabat atau keluarga bagi TOELEU karena besar atau kecil beliau selalu berkontribusi dalam berbagai kegiatan. Ketika zaman TOELEU tak memiliki kompor semawar untuk memasak pada saat CPD atau HRK tak salah lagi Mang Apud lah yang akan menjadi sasaran. Beliau tak akan ragu untuk meminjamkan bebagai peralatan semacam itu untuk TOELEU.
Tak hanya peralatan Mang Apud dan Bu Apong (Ibi Apud ), tak ragu mengajak untuk bersantap makan bila kawan-kawan TOELEU sedang bergerombol diwarungnya, seperti saya utarakan Mang Apud lebih pantas kita sebut sebagai saudara.
Dibalik sosoknya yang sederhana Mang Apud telah mampu menyekolahkan putrinya Neng Iyam hingga ke bangku universitas dari hasil berjualan. Kegigihan, kesederhanaan dan tanggung jawab patut kita contoh.
Dengan kejujurannya pada beberapa saat lalu Mang Apud mengikuti tes CPNS . Bagaimana hasilnya? Rasanya itu lebih mirip pertanyaan retoris yang tak perlu dijawab. Ketika saya bertanya kepada beliau, butuh dana delapan puluh juta agar bisa lulus CPNS golongan 2a. urang mah teu boga duit sa, mun aya ge mening dipake dagang atawa jang sakola budak, itu kurang lebih pernyataan beliau kepada saya.
Sunggguh hal besar dalam sosok sederhana. Kejujuran yang selalu dipegang teguh adalah cerminan dan poin inti dalam kurikulum pendidikan TOELEU, itu telah dimiliki dan dibuktikan oleh orang yang tak jauh dan mungkin tak disangka oleh kita. Bukan TOELEU rasanya bila melakukan segala cara demi tujuan. Bila kebohongan disebut cara berpikir nyata saat ini, maka TOELEU harus berpikir tidak nyata.

Mang Apud sosok sederhana, jujur dan penuh dedikasi. Pegah teguh prinsipmu jasamu tak akan hilang dimakan waktu.
Layaklah bila TOELEU banyak berguru pada Beliau.
TOELEU !
Read more ...