Tidak akan mudah lupa kita akan kejadian meninggalnya seorang
mahasiswa saat sedang mengikuti pendidikan pencinta alam. Tidak akan
mudah lupa karena ingatan ini selalu disegarkan dengan kejadian yang
sama. Dalam semester dua tahun 2013 saja sudah terjadi tiga kejadian
yang sama, meninggal dalam pendidikan dasar. Tiga orang penerus negeri
gugur demi syal yang tak akan laku dijual dipasar loak sekalipun.
Lalu apa hubungannya dengan TOELEU? Besar atau kecil TOELEU mendapat
sorotan karena menerapkan konsep pendidikan dan senioritas yang hampir
sama. Hampir nya tapi agak jauh kalau ini, hehe. Pendidikan ala “koboy”
tentunya tak dapat selalu diterapkan dan dilakukan dalam menjalankan
penerimaan dan pendidikan anggota baru pada zaman seperti ini. Bila itu
dilakukan siap-siap saja para pelaksana kegiatan dijemput ke Cileunyi
(POLSEK). hihiihhiih
Beberapa tahun terakhir TOELEU melakukan
pengembangan pelaksanaan pendidikan dengan bantuan beberapa rekan
anggota yang menekuni dunia pendidikan formal dan in formal. Hasilnya
adalah sebuah sistim “rudet dan riweuh”. Bukan calon anggota akan tetapi
para pelaksana kegiatan. “naha jadi rudet kieu?” sergah seorang rekan
yang lama tak datang ke TOELEU, tak butuh waktu lama langsung dibalas
oleh seorang anggota lain “ da septi mah rudet”.
Coba kita lirik
sedikit apa “kerudetan” yang dihasilkan. Keputusan untuk selalu
bertindak aman dan terencana membuat panitia “keleyengan”, bagaimana
tidak, jadwal acara saja kini minimal harus ada tiga, ini bukan untuk
waktu yang berbeda namun untuk waktu dan hari yang sama. Tidak hanya itu
pertimbangan untuk menggunakan daerah luar sekolah harus memiliki ijin
hingga tingkat desa, “ atuh rudet urusan jeung pamarentah mah?”, “pan
septi mah rudet tea”.
Belum selesai rudetnya sodara, dalam
melaksanakan kegiatan lapangan harus ada data pasti mengenai keadaan
cuaca dari lembaga terkait yang mengeluarkan prakiraan cuaca, tentunya
tidak hanya satu lembaga. Memang hujan mah “da kumaha Gusti Allah” tapi
tetap manusia tidak sembarangan mengeluarkan prakiraan cuaca. Itu baru
mengenai cuaca, makanan siswa pun tak luput dari perhatian. Tentang
berapa kalori yang harus dimiliki oleh manusia dalam keadaan aktifitas
berat akan berpengaruh pada makanan apa yang harus dimakan siswa. Tidak
hanya itu waktu makan dan minum pun harus ditetapkan dalam perencanaan,
setelah kegiatan apa? dan sebelum kegiatan apa? siswa harus minum.
Satu hal lagi yang mungkin aga “geje” adalah keputusan terbaru mengenai
pelaksanaan dapur umum. bila kegiatan menginap dan panitia harus
memasak, semua bumbu masak dan bahan makanan yang memiliki waktu
kadaluarsa harus didata, mulai dari merek dagang, jenis dan waktu
kadaluarsa. “jang naon nu kitu wae didata?” langsung disambar dengan
pertanyaan itu. Tak luput dari ingatan kita tentang keracunan pegawai
pabrik atau tamu undangan hajatan karena makanan. TOELEU tak mau itu
terjadi pada kegiatannya, maka semua bumbu dan bahan makanan harus
dijamin aman dan layak konsumsi.
Luar biasa nya “ripuhna” melaksanakan kegiatan dimasa kini, hahaha.
Namun demi TOELEU semua akan dan harus berpikir keras. Ingatan bahwa
TOELEU adalah organisasi primitif yang menyesuaikan dengan keadaan,
karena ingin bertahan dan terus berkembang.
SAFETY... SAFETY.. SAFETY..!
TOELEU !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar